Rabu, 25 November 2009

MENGENANG JASA PARA IBU Nabi SAW

MENGENANG JASA PARA IBU Nabi SAW


Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia
(Hari Ibu)

setiap yang hidup akan mati, setiap yang baru akan layu dan setiap yang sombong akan sirna.
Aku memang akan mati tapi mereka akan selalu mengenangku, karena aku telah meninggalkan kebagusan dan melahirkan kesucian yaitu putarku Muhammad SAW (Siti Aminah)

Itu adalah saudriku, itu adalah ibuku. Dulu tak ada saudari yang harus disayang, dulu tak ada sang ibu yang harus dimuliakan, yang ada hanyalah perempuan, perempuan budak nafsu setiap laki-laki. Akhirnya Muhammad SAW datang membawa ajaran barunya “Islam” yang mengangkat keudukan perempuan, membawa kasih sayang pada mereka, mengajak untuk selalu berbuat baik pada sang ibu. Muhammad putra Aminah, yang disusui Halimah dan dirawat Ummu Aiman, ibu-ibu beliau. Kenanglah mereka, karena mereka berhak dikenang, tanpa mereka kita tak akan menikmati ajaran Islam. “Tampa perempuan kita tak akan pernah bahagia”. Perkataan Mustafa al-Ghalayainy. “Surga ada dibawah telapak kaki ibu” Sabda Nabi. Kenaglah, kenanglah, kenanglah mereka.

Siti Aminah Binti Wahab (ibu kandung Nabi Muhammad SAW)
Hari bahagia bagi kedua orang tua, bagi saudara-saudari dan sanak family yang lain. Itulah yang dirasakan mereka atas perkawinan Sy. Abdullah dengan Siti Aminah, kedua orang tua Nabi Muhammad SAW. Tentunya kebahagiaan itu lebih dirasakan oleh kedua mempelai, karena hari itu adalah momen mereka berdua dan hari mereka berdua.

Dua pasangan yang serasi, cantik dan tampan, dari keturunan bagsawan yang punya kedudukan di masyarakat mereka masing-masing. Siapa yang tidak mengenalnya? Siapa yang tidak mau menghormatinya?, siapa yang tidak bangga dengan kedudukan sepertinya?, siapa yang tidak senang punya kedua orang tua yang sepertinya?. Nabi sendiri pun mengakui hal ini”Aku adalah anak dari seorang perempuan Quraisy yang memakan daging”.

Di malam pertamanya beliau Siti Aminah telah dikejutkan oleh mimpi aneh yang telah menimpanya, beliau seakan-akan melihat sinar yang sangat terang, lembut telah menyinari jagat seakan-akan sinar itu telah memperlihatkan salah satu daerah di Syam. Dalam mimpinya tersebut beliau juga merasa telah dibisiki seseorang”Kamu telah menanggung Gustinya umat”. Keesokan harinya Siti Aminah menceritkan mimpinya tersebut pada sang suami.

Mimpi itu telah mengingatkan Siti Aminah akan perkataan seorang biarawati, Saudâ’ Binti Zahrah al-Kilâbiyah“Sesungguhnya di antara kalian aka ada seorang perempuan yang melahirkan Nadzîr (pemberi peringatan) ”. Kemudian biarawati itu menunjuk Siti Aminah sebagai sasaran dari perkataanya.

Dulu Sy. Abdullah pernah dikejar-kejar putri Nufel Bin Asad al-Qursyiyah, namun dia berhenti mengejarnya, kemudian Abdullah bertanya padanya kenapa dia berhenti mengejarnya. Diapun menjawab”Cahaya yang ada dalam diri kamu sekarang telah pudar dan aku tidak membutuhkan kamu lagi”.

Wajah ceria masih nampak dalam diri Siti Aminah, maklum beliau masih dalam masa bulan madu, selayaknya penganten baru, namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, karena beliau harus merelakan kepergian suaminya tercinta setelah mereka berdua bersama selama sepuluh hari. Sy. Abdullah pergi meninggalkannya ke Syam bersama rombongan karena ada satu urusan yang harus diselesaikan di sana. Namun kepergian itu tak terlalu menyisakan kepedihan karena beliau yakin suaminya akan kembali lagi kepangkuannya bila urusannya sudah selesai.

Sebulan telah berlalu, beliau kini telah hamil, beliau sangat rindu padanya, beliau sudah tidak sabar menunggu kepulangannya untuk memberitahukan buah hatinya, lama sekali beliau menunggunya. Kini wajah beliau nampak tenang penuh dengan semangat karena hari yang telah ditunggu-tunggu telah tiba yaitu hari kedatangan suaminya. Beliau kini duduk dalam rumah menunggu kedatangan suami dan budaknya, Ummu Aiman dengan hati berdebar-debar, tiba-tiba ayahnya ditemani Abdul Mutahâlib datang menghampirinya meminta beliau sabar dan berdo’a karena suami beliau tidak bisa ikut pulang besama rombongan dikarenakan penyakit yang telah menimpanya. Sungguh beliau sangat terkejut mendengar kabar itu, namun dia mencoba bersabar meyakinkan dirinya bahwa suaminya akan sembuh dan pulang untuk menemuinya kembali.

Setelah beberapa hari kemudian beliau dikabari kalau suaminya telah meninggal dan dikuburkan di Yatsrib. Tak ubahnya yang lain beliau sangat besedih telah kehilangan suami tercinta di masa-masa beliau masih membutuhkannya untuk bersenang-senang bersamanya, menimang-nimang anaknya nanti ketika telah lahir. Kini beliau tidak dapat melihat suaminya lagi, tidak bisa tersenyum untuknya kembali, sungguh beliau sangat bersedih.

Kini Muhammad SAW telah lahir sebagia anak yatim, di waktu sahur, hari Senin tanggal dua belas Rabi’ul Awal dan tahun Gajah. Waktu itu Siti Aminah hanya sendirian, tak ada dukun bayi atau bidan yang merawat bayinya dan tak ada perempuan lain disekelilingnya, namun Muhammad kecil nampak bersih, segar penuh dengan cahaya.

Kematian sang suami menyimpan luka yang mendalam pada diri Siti Aminah, sehingga beliau nampak kurus dan pucat, ASInya juga habis hingga tidak dapat menyusui Muhammad kecil. Muhammad kecil juga selalu berpaling ketika beliau hendak mau menyusuinya, mungkin karena ASI yang ada dalam diri beliau tidak segar pengaruh dari kesedihannya. Akhirnya beliau mengirimkan Muhammad kecil ke desa untuk disusui di sana. Dua tahun beliau berpisah dengan putranya tersebut demi kesehatannya.

Kini Muhammad kecil telah kembali padanya, dalam didikannya dengan kasih sayangnya. Muhammad tumbuh pesat dan sehat bersamanya hingga berumur enam tahun. Tak terasa waktu telah berlalu sedemikian lama, Kini Siti Aminah merasa bahwa ajal akan menjemputnya, karena itu beliau menghampiri putranya, Muhammad SAW, merangkulnya sambil memendam air matanya, Muhammad pun memanggil-manggilnya heran dengan tingkah ibunya. Tak terasa air matanya mengalir telah membasahi kedua pipinya sambil berkata: setiap yang hidup akan mati, setiap yang baru akan layu dan setiap yang sombong akan sirna. Aku memang akan mati tapi mereka akan selalu mengenangku, karena aku telah meninggalkan kebagusan dan melahirkan kesucian yaitu putaraku Muhammad SAW. Kini beliau telah wafat di umurnya yang tiga puluh empat tahun, meninggalkan tangisan bocah kesayangannya.

Halimatu al-Sa’diyah (yang menyusui Nabi Muhammad SAW)
Musim kemarau, itulah yang melanda daerah (Hawazin) di mana Halimatu al-Sa’diyah tinggal, masyarakat sudah berhenti menanam, sisa tanaman yang lain pun juga sudah habis dimakan, kini mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa selain mengharap belas kasihan dari langit, untuk bercocok tanam kembali, semua perbekalan sudah tidak ada yang tersisa. Itulah keluhan mereka yang di antaranya adalah keluarga Siti Halimatu al-Sa’diyah. Beliau sangat bersedih karena persediaan di rumanya sudah habis, suaminya pun sudah tidak punya sisa uang simpanan, sementara anaknya kehausan menahan dahaga dalam kepanasan, air susu beliau pun sudah gak lancar, akibat kekurangan gizi. Akhirnya sebagian mesyarakat punya inisiatif untuk merantau ke Makkah, menawarkan jasa penyusuan bayi.

Tepatnya Hari ke delapan dari kelahiran Rasulullah mereka berangkat ke Makkah, sekitar ada sepuluh orang perempuan, sebagian dari mereka ada yang ditemani suaminya, untuk menawarkan jasa penyusuan bayi kepada warga masyarakat Makkah . Mereka semua dari Bani Sa’ad Bin Bakar. Tentunya mereka mau menyusui ketika ada timbal balik yang bisa dimanfaatkan mereka, baik berbentuk uang atau makanan. Karena itu mereka tidak ada yang mau menyusui Nabi SAW, karena mereka menganggap beliau adalah anak yatim yang telah kehilangan orang yang bisa menafkahinya. Tentunya mereka tidak akan mendapatkan apa-apa dengan menyusuinya.

Di antara sepuluh dari perempuan tersebut ada Halimatu al-Sa’diyah. Beliau ditemani suaminya, Haris dan anaknya Abdullah. Di sepanjang pencariannya beliau tidak mendapatkan satu pun dari masyarakat Makkah yang mau menyusui anaknya, hanya ada satu yaitu anak yatim, Muhammad SAW. Tentunya beliau tidak akan mendapatkan upah apapun dari keluarganya. Kemudia suami beliau mengajaknya kembali ke desa dengan tangan hampa, namun beliau tidak menuruti permintaannya, beliau tidak mau pulang sebelum dapat menyusui salah satu bayi dari masyarakat Makkah. Akhirnya Muhammad lah yang jadi sasaran beliau dan suaminya pun menyetujuinya dengan berjuta harapan”Susuilah Muhammad, itu tidak akan membahayakanmu, bahkan mungkin kamu bisa dapat barokah dengan munyusuinya”.

Diceritakan bahwa sebelumnya Nabi Muhammad pernah disusui Suwaibah, budaknya Abu Lahab, yaitu di hari kedua dari kelahiran beliau. Konon katanya Siti Aminah tidak dapat menyusui Nabi, dikarenakan beliau selalu berpaling bila hendak disusui olehnya. Ini berlangsung selama dua hari, tentunya Aminah merasa hawatir akan keadaan bayinya, akan kesehatannya. Di malam hari yang kedua Aminah nampak sedih melihat bayinya beliau memandanginya dengan penuh kasih, dengan penuh sayang. Ada yang aneh akan diri si bayi, dia nampak segar dan sehat memandang ke langit nampak seperti orang yang lagi bermunajat kepada tuhannya, Aminah pun menanngisinya atas dasar sayang dan iba, beliau berfikir akan kehidupannya. Mungkinkah bayi tersebut akan bertahan hidup selama dua hari tanpa menyicipi sedikitpun makanan?.

Ke esokan harinya Suwaibah mendatangi Siti Aminah, mengambil bayi yang ada dalam pangkuannya, kemudian menyusuinya. Puji syukur Aminah lantunkan karena Muhammad kecil mau menyusu padanya. Beliau bahagia sekali dan harapannya pun tumbuh kembali. Siti Suwaibah ini katanya juga pernah menyusui Sy. Hamzah, karena itu Nabi adalah saudara tunggal susu dengannya dari Suwaibah budak Abu Lahab.

Kini Muhammad kecil dalam bimbingan Siti Halimah, beliau pun sangat mencintainya tanpa membedakan dengan putranya sendiri, Abdullah, beliau bahagia dapat merawatnya, dan menyusuinya, karena beliau merasa ada keberkahan yang ditimbulkan dari dirinya SAW.

Ada cerita aneh waktu kepulangan beliau Halimah dari Makkah membawa Nabi, Himar yang beliau tunggangi tidak seperti waktu beliau berangkat, hewan itu nampak segar kuat dan semangat, hingga menyebabkan keheranan pada perempuan-perempuan lain yang bersamanya “Hai Halimah benarkah itu Himar yang dulu kamu tunggangi waktu kita berangkat?”, begitulah mereka bertanya pada beliau keheranan. “Ia itu Himarku, Himarku”, beliau menjawabnya. “Aneh, sungguh aneh”. Mereka menimpalinya kembali.

Rasa sayang tersebut membawa Halimah sulit untuk melepas Muhammad SAW kembali pada ibunya, itu juga dirasakan oleh suaminya, namun biar bagaimana pun Muhammad bukanlah anaknya, harus dikembalikan pada orang tuanya. Suatu ketika beliau pergi ke Makkah untuk megantarkan Muhammad kecil ke ibunya, sesampainya di sana beliau merasa sulit sekali untuk melepasnya, beliau belum siap berpisah dengannya dan meninggalkannya. Akhirnya beliau menyampaikan perasaannya tersebut pada Siti Aminah. Puji syukur bagi Halimah karena beliau dapat membawa Muhammad SAW kembali ke rumahnya, Muhammad yang memberi berkah, suaminya pun sangat berbahagia sekali.

Sebulan setelah itu Halimah mendatangi Aminah kembali, untuk mengantarkan Muhammad kepadanya. Sungguh Aminah sangat terkejut, karena beliau tahu kalausanya Halimah sangat mencintai Muhammad, sangat menyayanginya. Akhirnya Aminah menanyainya”Aku tahu kau sangat mencintai Muhammad, anakku, kamu ingin dia selalu besamamu, tapi kenapa sekarang kau membawanya kemari?”. Beliau pun menjawab”Pada suatu ketika Muhammad bermain-main bersama saudaranya (Abdullah) di suatu tempat di sekitar kandang kambing, tiba-tiba Abdullah mendatangiku, dia menceritakan bahwasanya ada dua laki-laki berbaju putih telah menghampiri Muhammad memegangnya kemudian membaringkannya, kemudian dua laki-laki tersebut membedah perutnya sambil memukulinya. Sungguh aku sama suamiku sangat terkejut sekali, akhirnya kami keluar menghampiri Muhammad SAW, kami lihat dia berdiri sambil merundukkan kepalanya, kami pun akhirnya menghampirinya, merangkulnya, menanyainya, hawatir akan apa yang menimpanya, beliau SAW berkata : Tadi ada dua laki-laki datang menghampiriku, memegangku dan menidurkan aku, kemudian membelah perutku dan mengambil sesuatu di dalamnya entah apa aku gak tahu. Akhirnya kami membawanya ke rumah. Sungguh kejadian tersebut membawa kehawatiran pada aku, karena itu suamiku menyuruhku mengembalikannya kepangkuanmu karena hawatir ada sesuatu yang menimpanya. “Apakah kamu takut dia diganggu oleh syetan” Aminah menyanyainya, meyakinkan diri Halimah kalau Mhammad SAW tidak akan kenapa-napa. “Ia”, Halimah menjawab. “Hai Halimah kamu tahu enggak kalau syetan gak mungkin dapat mengganggunya,? Tahukah kamu tentang kejadian yang pernah menimpanya sebelum aku melahirkannya dan ketika dia lahir?”. Beliau, Aminah meyakinkannya. “Aku gak tahu, mau tau dari mana?”, Halimah menimpalinya. Akhirnya Aminah menceritakan kejadian-kejadian aneh waktu itu. “Suatu ketika aku pernah bermimpi ada cahaya bersinar terang sampai ke bumi di daerah Syam. Ketika aku hamil, kurasakan keringanan membawanya, aku tak merasa tersiksa mengandungnya, ketika dia lahir dia meletakkan tangannya di bumi dan mengangkat kepalanya di langit”. Semuanya tak dapat meyakinkan Siti Halimah, kecintaannya pada Muhammad lebih membawa kehawatiran akan dirinya, akhirnya dia memutuskan untuk mengamblikannya kepangkuan Aminah seraya berkata : Kini bayi Muhammad sudah ada di hadapanmu, ambillah dan rawatlah dengan baik.

Akhirnya Aminah mengambil Muhammad dari pangkuan Halimah, memegangnya erat-erat memeluknya, karena rindu yang mendalam, dua tahun beliau berpisah darinya. Sementara Halimah harus rela berpisah dengannya, meninggalkannya, air mata pun meleleh membasai pipinya, karena perpisahan yang sebentar lagi akan menimpanya dengan anak kesayangannya. Pulanglah belaiu ke Hawazin daerah di mana dia tinggal.

Ummu Aiman (ibu setelah ibuku)
Ummu Aiman adalah seorang budak dari Sy. Abdullah, ayah Nabi Muhammad yang dimerdekakan oleh beliau setelah perkawinannya dengan Siti Khadijah, sebagai balasan atas kebaikannya, merawat beliau ketika kecil.

Diceritakan bahwa Ummu Aimanlah yang merawat beliau ketika beliau lahir sampai besar, karena itu beliau menjulukinya sebagai”Ibu setelah ibuku”. Beliau memanggilnya”Ibu (Ummâh)”. Nabi Muhammad sangat menyayanginya dan sering bergurau dengannya.

Diceritakan dari Ummu Aiman bahwa beliau pernah tidur dirumahnya di pertengahan malam beliau terbangun kemudian kencing dalam satu wadah, akhirnya Ummu Aiman terbangun karena haus meminum air kencing Nabi. Keesokan harinya Nabi datang menghampirinya bertanya padanya”Hai Ummu Aiman apakah kau buang air yang ada dalam wadah di sana”. “Demi tuhan yang telah mengutusmu, aku telah meminumnya”, Ummu Aiman menjawab pertanyaan beliau. Kemudian Rasulullah ketawa sambil berkata: Ibu, kamu tak akan pernah haus selamanya.

Ummu Aiman juga termasuk salah satu orang yang langsung menerima ajakan Nabi, dia orang pertama yang hijrah ke Habasyah dan Madinah, hingga beliau harus menanggung beban berat siksaan orang-orang musyrik pada saat itu. Puji syukur pada Allah yang telah menguatkan imannya sehingga dia bisa mempertahankan agama dan keimanannya.

Ada cerita aneh di masa keberangkatan beliau Ummu Aiman hijarah ke Madinah, waktu itu dia puasa tanpa membawa bekal untuk persiapan buka, di tengah perjalanan beliau merasa kehausan di karenakan panas terik matahari, ketika udah hampir mau magrib beliau melihat Timba yang di dalamnya terdapat minuman berwarna putih susu, kemudian beliau mengambil dan meminumnya. Beliau berkata : setelah kejadian itu aku tidak pernah merasakan haus, aku sering berjalan mengelilingi sinar Matahari hanya untuk merasakan haus tapi aku tak pernah merasakannya.

Beliau punya tempat yang istimewa di sisi Nabi, karena beliau telah dijadikan sebagai salah satu dari keluarga Nabi SAW. Rasulullah pernah berkata : perempuan ini (Ummu Aiman) adalah salah satu keluargaku (Ahli Baiti ), beliau juga telah menjanjikan Sorga padanya”Barang siapa yang merasa senang untuk kawin dengan ahli Sorga maka kawinilah Ummu Aiman” itulah perkataan beliau. Karena itu Zaid Bin Harits cepat-cepat melamarnya.

Ada keistimewaan yang terdapat pada diri Ummu Aiman, yaitu setiap yang dikatakan oleh beliau selalu jadi kenyataan. Pada suatu ketika di waktu perang Hunain beliau pernah mendo’akan tentara Islam”Semuaga kalian teguh pendirian”, kemudian Rasulullah berkata : Hai Ummu Aiman diamlah kamu, karena setiap perkataanmu bisa menjadi kenyataan.

Diceritakan bahwa Abu Bakar pernah mengajak Sy. Umar pergi kerumah Ummu Aiman untuk menyabar-nyabarinya akan meninggalnya Nabi Muhammad, tentunya Ummu Aiman merasakan kesedihan yang amat mendalam di banding yang lain, karena beliau orang terdekat Nabi Muhammad, orang yang merawat beliau ketika kecil. Sesampainya di sana Abu Bakar dan Umar mendapatinya dalam keadaan menangis, kemudian keduanya bertanya”Hai Ummu Aiman, kenapa kau menangis” beliau menjawab”Aku menangis bukan karena kepergian beliau, namun karena aku tidak akan mendapati wahyu turun kembali”. Akhirnya Abu Bakar dan Umar turut nangis mengiringi tangisannya, kagum akan sikap dan jawabannya. Beliau juga pernah menangisi kematian Sy. Umar. Beliau meniggal di masa kekhalfahan Utsman Bin Affan.

Rahmat terhadap Ummu Aiman yang telah merawat Nabi dari kecil, semuga beliau mendapatkan tempat yang layak di hadapan Allah ibu dari ibu, dan semuga mereka semua para ibu beliau mendapatkan rahmat dan kedudukan mulia di sisiNya. Amin.



Selamat mengenang hari ibu beliau Muhammad SAW









1 komentar: